----- KEORGANISASIAN PMII (KE-PMII-AN) -----
Sejarah
masa lalu adalah cermin masa kini dan masa datang. Dokumen historis, dengan
demikian merupakan instrumen penting untuk mengaca diri. Tidak terkecuali PMII.
Meski dokumen yang disajikan dalam tulisan ini terbilang kurang komplit, sosok
organisasi mahasiswa tersebut sudah tergambar jelas berikut pemikiran dan
sikap-sikapnya. Dokumen Sejarah menjadi sangat penting untuk ditinjau ulang
sebagai referensi atau cerminan masa kini dan menempuh masa depan, demikian
halnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi
kemahasiswaan yang gerak perjuangannya adalah membela kaum mustadh’afin serta
membangun kebangsaan yang lebih maju dari berbagai aspek sesuai dengan yang
telah dicita-citakan.
PMII,
yang sering kali disebut Indonesian Moslem Student Movement atau Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU (Nahdlatul Ulama) yang terlahir
dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama
(IPNU), yang juga anak dari NU. Status anak cucu ini pun diabadikan dalam
dokumen kenal lahir yang dibikin di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri
Khodjijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379
H, sebagai organisasi underbow Partai NU. Dalam perkembangannya PMII menjadi
organisasi independen dan menekankan diri sebagai organisasi pergerakan, dengan
tujuan menciptakan pribadi Muslim yang memiliki komitmen memperjuangkan
cita-cita kemerdekaan Indonesia (Pasal 4 AD/ART). Struktur organisasi PMII meliputi
Pengurus Besar, Koordinator Cabang (Provinsi), Cabang (Kabupaten/Kota),
Komisariat (Kampus) dan Rayon (Fakultas). Proses berorganisasi diatur melalui
berbagai jenis rapat mulai dari Kongres (nasional) hingga RTAR.
1. Latar Belakang Berdirinya PMII
Latar belakang berdirinya PMII terkait dengan
kondisi politik pada PEMILU 1955, berada di antara kekuatan politik yang ada,
yaitu MASYUMI, PNI, PKI dan NU. Partai MASYUMI yang diharapkan mampu untuk
menggalang berbagai kekuatan umat Islam pada saat itu ternyata gagal. Serta
adanya indikasi keterlibatan MASYUMI dalam pemberontakan Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Semesta (PERMESTA) yang
menimbulkan konflik antara Soekarno dengan MASYUMI (1958). Hal inilah yang
kemudian membuat kalangan mahasiswa NU gusar dan tidak enjoy beraktivitas di
HMI (yang saat itu lebih dekat dengan MASYUMI), sehingga mahasiswa NU
terinspirasi untuk mempunyai wadah tersendiri “di bawah naungan NU”, dan di
samping organisasi kemahasiswaan yang lain seperti HMI (dengan MASYUMI), SEMMI
(dengan PSII), IMM (dengan Muhammadiyah), GMNI (dengan PNI) dan KMI (dengan
PERTI), CGMI (dengan PKI).
Proses kelahiran PMII terkait dengan
perjalanan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), yang lahir pada 24 Februari
1954, dan bertujuan untuk mewadahi dan mendidik kader-kader NU demi meneruskan
perjuangan NU. Namun dengan pertimbangan aspek psikologis dan intelektualitas,
para mahasiswa NU menginginkan sebuah wadah tersendiri. Sehingga berdirilah
Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama (IMANU) pada Desember 1955 di Jakarta, yang
diprakarsai oleh beberapa Pimpinan Pusat IPNU, diantaranya Tolchah Mansyur,
Ismail Makky dll.
Namun akhirnya IMANU tidak berumur panjang,
karena PBNU tidak mengakui keberadaanya. Hal itu cukup beralasan mengingat pada
saat itu baru saja dibentuk IPNU pada tanggal 24 Februari 1954, “apa jadinya
kalau bayi yang baru lahir belum mampu merangkak dengan baik sudah menyusul
bayi baru yang minta diurus dan dirawat dengan baik lagi.”
Dibubarkannya IMANU tidak membuat semangat
mahasiswa NU menjadi luntur, akan tetapi semakin mengobarkan semangat untuk
memperjuangkan kembali pendirian organisasi, sehingga pada Kongres IPNU ke-3 di
Cirebon, 27-31 Desember 1958, diambillah langkah kompromi oleh PBNU dengan
mendirikan Departemen Perguruan Tinggi IPNU untuk menampung aspirasi mahasiswa
NU. Namun setelah disadari bahwa departemen tersebut tidak lagi efektif, serta
tidak cukup kuat menampung aspirasi mahasiswa NU (sepak terjang kebijakan masih
harus terikat dengan struktural PP IPNU), akhirnya pada Konferensi Besar IPNU
di Kaliurang, 14-16 Maret 1960, disepakati berdirinya organisasi tersendiri
bagi mahasiswa NU dan terpisah secara struktural dengan IPNU. Dalam Konferensi
Besar tersebut ditetapkanlah 13 orang panitia sponsor untuk mengadakan
musyawarah diantaranya adalah:
1.
Cholid Mawardi (Jakarta).
2.
M. Said Budairi (Jakarta).
3.
M. Subich Ubaid (Jakarta).
4.
M. Makmun Sjukri, BA (Bandung).
5.
Hilman (Bandung).
6.
H. Ismail Makky (Yogyakarta).
7. Munsif Nachrowi(Yogyakarta).
8.
Nurul Huda Suaidi, BA (Surakarta).
9.
Laili Mansur (Surakarta).
10.
Abdul Wahab Djaelani (Semarang).
11.
Hizbullah Huda (Surabaya).
12. M.
Cholid Marbuko (Malang).
13.
Ahmad Husein (Makassar).
Seperti diuraikan oleh sahabat Chotibul Umam
(mantan Rektor PTIQ Jakarta yang juga generasi pertama PMII), pra melaksanakan
Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin tersebut, terlebih dahulu 3 dari 13 orang
sponsor pendiri itu, yaitu Hisbullah Huda (Surabaya), Said Budairy (Jakarta),
dan Maksum Syukri (Bandung) pada tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke Jakarta
menghadap Ketua Umum Partai Nahdlatul ulama (NU) yaitu KH. Idham Khalid untuk
meminta nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah yang akan dilaksanakan.
Dan akhirnya mereka mendapatkan lampu hijau, beberapa petunjuk, sekaligus
harapan agar menjadi kader partai NU yang cakap dan berprinsip ilmu untuk
diamalkan serta berkualitas taqwa yang tinggi kepada Allah SWT. Salah satu
pesan KH. Idham Khalid yang menjadi pegangan bagi mahasiswa nahdliyin pada
waktu itu yaitu hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat
diandalkan, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ‘ilmu untuk di amalkan’ bagi
kepentingan rakyat, bukan ‘ilmu untuk ilmu’. Lalu berkumpulah tokoh-tokoh
mahasiswa yang tergabung dalam organisasi IPNU tersebut untuk membahas tentang
nama organisasi yang akan dibentuk.
Akhirnya, pada tanggal 14-16 April 1960
dilaksanakan Musyawarah Nasional Mahasiswa NU bertempat di Taman Pendidikan
Puteri Khadijah Surabaya dengan dihadiri mahasiswa NU dari berbagai penjuru
kota di Indonesia, dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Malang dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang
bernaung dibawah NU. Pada saat itu diperdebatkan nama organisasi yang akan
didirikan. Delegasi Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan
Mahasiswa Sunny. Delegasi Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII.
Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan
Kongres. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari “P” apakah
Perhimpunan atau Persatuan. Akhirnya disepakati huruf “P” merupakan singkatan
dari Pergerakan, sehingga PMII adalah “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”.
Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
(AD/ART) PMII, serta memilih dan menetapkan Kepengurusan. Terpilih Sahabat
Mahbub Djunaidi sebagai Ketua Umum, M. Chalid Mawardi sebagai Ketua I, dan M.
Said Budairy sebagai Sekretaris Umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan
wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII.
Unsur pemikiran yang ditonjolkan pada
organisasi PMII yang akan berdiri pada waktu itu adalah:
1.
Mewujudkan adanya kedinamisan sebagai organisasi mahasiswa, khususnya
karena pada waktu itu situasi nasional sedang diliputi oleh semangat revolusi;
2.
Menampakkan identitas ke-Islaman sekaligus sebagai konsepsi lanjutan
dari NU yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah juga berdasarkan perjuangan para
wali di pulau jawa yang telah sukses dengan dakwahnya. Mereka sangat toleran
atas tradisi dan budaya setempat. Sehingga dengan demikian ajaran-ajarannya
bersifat akomodatif.
3.
Memanifestasikan nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya
nama Indonesia harus tercantum.
PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal
17 April 1960 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.
Maka secara resmi pada tanggal 17 April 1960 dinyatakan sebagai hari lahir
PMII. Dua bulan setelah berdiri, pada tanggal 14 Juni 1960 pucuk pimpinan PMII
disahkan oleh PBNU. Sejak saat itu PMII memiliki otoritas dan keabsahan untuk
melakukan program-programnya secara formal organisatoris.
Dalam waktu yang relatif singkat, PMII mampu
berkembang pesat sampai berhasil mendirikan 13 cabang yang tersebar di berbagai
pelosok Indonesia karena pengaruh nama besar NU. Dalam perkembangannya PMII
juga terlibat aktif, baik dalam pergulatan politik serta dinamika perkembangan
kehidupan kemahasiswaan dan keagamaan di Indonesia (1960-1965).
Pada 14 Desember 1960 PMII masuk dalam PPMI
dan mengikuti Kongres VI PPMI (5 Juli 1961) di Yogyakarta sebagai pertama
kalinya PMII mengikuti kongres federasi organisasi ekstra universitas. Peran
PMII tidak terbatas di dalam negeri saja, tetapi juga terlibat dalam
perkembangan dunia internasional. Terbukti pada bulan September 1960, PMII ikut
berperan dalam Konferensi Panitia Forum Pemuda Sedunia (Konstituen Meeting of
Youth Forum) di Moscow, Uni Soviet. Tahun 1962 menghadiri seminar World
Assembly of Youth (WAY) di Kuala Lumpur, Malaysia. Festival Pemuda Sedunia di
Helsinki, Irlandia dan seminar General Union of Palestina Student (GUPS) di
Kairo, Mesir.
Di dalam negeri, PMII melibatkan diri terhadap
persoalan politik dan kenegaraan, terbukti pada tanggal 25 Oktober 1965,
berawal dari undangan Menteri Perguruan Tinggi Syarif Thoyyib kepada berbagai
aktifis mahasiswa untuk membicarakan situasi nasional saat itu, sehingga dalam
ujung pertemuan disepakati terbentuknya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia) yang terdiri dari PMII, HMI, IMM, SEMMI, dan GERMAHI yang
dimaksudkan untuk menggalang kekuatan mahasiswa Indonesia dalam melawan
rongrongan PKI dan meluruskan penyelewengan yang terjadi. Sahabat Zamroni
sebagai wakil dari PMII dipercaya sebagai Ketua Presidium. Dengan keberadaan
tokoh PMII di posisi strategis menjadi bukti diakuinya komitmen dan kapabilitas
PMII untuk semakin pro aktif dalam menggelorakan semangat juang demi kemajuan
dan kejayaan Indonesia.
Usaha konkrit dari KAMI yaitu mengajukan
TRITURA dikarenakan persoalan tersebut yang paling dominan menentukan arah
perjalanan bangsa Indonesia. Puncak aksi yang dilakukan KAMI adalah penumbangan
rezim Orde Lama yang kemudian melahirkan rezim Orde Baru, yang pada awalnya
diharapkan untuk dapat mengoreksi penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan
Orde Lama dan bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila secara murni
dan konsekuen sebagai cerminan dari pengabdian kepada rakyat.
Pemikiran-pemikiran PMII mengenai berbagai
masalah nasional maupun internasional sangat relevan dengan hasil-hasil rumusan
dalam kongresnya antara lain yaitu :
1.
Kongres I Solo, 23-26 Desember 1961 menghasilkan Deklarasi Tawang Mangu
yang mengangkat tema Sosialisme Indonesia, Pendidikan Nasional, Kebudayaan dan
Tanggungjawabnya sebagai generasi penerus bangsa.
2. Kongres II di Yogyakarta, 25-29 Desember
1963 penegasan pemikiran Kongres I dan dikenal sebagai Penegasan Yogyakarta dan
sebelumnya ditetapkan 10 Kesepakatan Ponorogo 1962 (sebagai bukti kesadaran
PMII akan perannya sebagai kader NU).
Secara totalitas PMII sebagai organisasi
merupakan suatu gerakan yang bertujuan melahirkan kader-kader bangsa yang
mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT dan atas
dasar ketaqwaannya berkiprah mewujudkan peran ketuhanannya membangun masyarakat
bangsa dan negara Indonesia menuju suatu tatanan masyarakat yang adil dan
makmur dalam ampunan dan ridlo Allah SWT).
Sedangkan pengertian Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah
yang menjadi paham organisasi adalah Islam sebagai universalitas yang meliputi
segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut dapat dijabarkan kedalam
tata Aqidah, Syariah, dan Tasyawuf. Dalam bidan Aqidah mengikuti paham
Al-Asya’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang syariah mengikuti salah satu mazhab
empat yaitu: Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi. Sedang dalam bidang Tasawuf,
mengikuti Imam Juned Al-Bagdadi dan Imam Al-Gozali. Masing-masing ketiga aspek
itu dijadikan paham organisasi PMII dengan tanpa meninggalkan wawasan dasar
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta perilaku sahabat Rasul. Aspek Fiqih diupayakan penekanannya
pada proses pengambilan hukum, yaitu Ushul Fiqih dan Kaidah Fiqih, bukan
semata-mata hukum itu sendiri sebagai produknya (lihat NDP PMII).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa para mahasiswa nahdliyin sebenarnya dari segi cara berfikir tidak jauh
berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, yang menghendaki kebebasan. Sedangkan
dalam bertindak cenderung anti kemapanan, terlebih jika kelahiran PMII itu
dihubungkan dengan tradisi keagamaan di kalangan NU, misalnya bagi putra-putri
harus berbeda/ dipisah organisasi, PMII justru keluar dari tradisi itu.
Fenomena ini barangali termasuk hal yang patut mendapat perhatian bagi
perkembangan pemikiran ahlussunnah wal-jama’ah.
Adapun susunan pengurus pusat PMII periode
pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960. Seperti
diketahui, bahwa PMII pada awal berdirinya merupakan organisasi mahasiswa yang
idependen dengan NU, maka PP. PMII dengan surat tertanggal 8 Juni 1960 mengirim
surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan kepengurusan PP PMII tersebut.
Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima
dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk
cabang-cabang di seluruh Indonesia, sedang yang menandatangani SK tersebut adalah
DR. KH. Idham Chalid selaku ketua Umum PBNU dan H. Aminuddin Aziz selaku wakil
sekretaris jendral PBNU.
Musyawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya
yang dikenal dengan nama PMII, hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi,
maka untuk melengkapi peraturan organisasi tersebut dibentuklsn satu panitia
kecil yang diketuai oleh sahabat M. Said Budairi dengan anggota sahabat Chalid
mawardi dan sahabat Fahrurrazi AH, untuk merumuskan peraturan rumah tangga
PMII. Dalam sidang pleno II PP PMII yang diselenggarakan dari tanggal 8 - 9
September 1960, Peraturan rumah tangga PMII dinyatakan syah berlaku melengkapi
paraturan dasar PMII yang sudah ada sebelumnya.
Di samping itu, sidang pleno II PP PMII juga
mengesahkan bentuk muts (topi), selempang PMII, adapun lambang PMII diserahkan
kepada pengurus harian, yang akhirnya dipuruskan bahwa lambang PMII berbentuk
perisai seperti yang ada sekarang (rincian secara lengkap dapat dilihat dalam
lampiran peraturan rumah tangga PMII). Dalam sidang ini pula dikeluarkan pokok-pokok
aturan mengenai penerimaan anggota baru sekarang dikenal dengan MAPABA.
Pada tahap-tahap awal berdirinya PMII banyak
dibantu warga NU terutama PP LP. Ma’arif NU. Sejak musyawarah mahssiswa
nahdliyin di surabaya sampai memberikan pengertian kepada Pesantren-pesantren
(perlu diketahui, pada awal berdirinya, di Pondok-pondok Pesantren dapat
dibentuk PMII dengan anggota para santri yang telah lulus madrasah Aliyah dan
seang mengkaji kitab yang tingkatannya sesuai dengan pelajaran yang diberikan
di perguruan tinggi agama). Dengan adanya kebijakan seperti ini ternyata dapat
mempercepat proses pengembangan PMII.
2. Sejarah Independensi PMII (Deklarasi
Murnajati)
Ide dasar pendirian PMII adalah murni dari
anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu
bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada
saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu
kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan
sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan
bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.
Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap
berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan
menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan
menentukan nasib sendiri.
Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa
peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah
Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam
MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari
induknya.Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis,
sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan.
PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin
lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir
pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.
-
Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan
insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan
cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati
secara merata oleh seluruh rakyat.
-
Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk
ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati
secar merata oleh seluruh rakyat.
-
Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi
nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya
sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.
Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII
menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun
tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan
cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.
3. Asas, Sifat Dan Tujuan PMII
Dalam Anggaran Dasar (AD) Bab II Pasal 2
dijelaskan bahwaPMII Berasaskan Pancasila. Sedangkan Bab III Pasal 3
menerangkan PMII bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan,
independensi dan profesional.
-
Keislaman adalah nilai-nilai Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah.
-
Kemahasiswaan adalah sifa yang dimiliki mahasiswa, yaitu idealisme,
perubahan, komitmen, kepedulian sosial dan kecintaan pada hal yang bersifat
positif.
-
Kebangsaan adalah nilai-nilai yang bersumber dari kultur, filosofi,
sosiologi dan yuridis bangsa Indonesia
-
Kemasyarakatan adalah bersifat include dan menyatu dengan masyarakat
bergerak dari dan untuk masyarakat
-
Independen adalah berdiri secara mandiri, tidak bergantung pada pihak
lain, baik secara perorangan maupun kelompok.
-
Profesional adalah distribusi tugas dan wewenang sesuai dengan bakat,
minat kemampuan dan keilmuan masing-masing.
Adapun tujuan PMII (Visi) ada dalam Bab IV
Pasal 4 yaitu: ”Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada
Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam
mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia.”
Sedangkan untuk mewujudkan tujuan tersebut,
PMII mengusakan (misi) sebagaimana dalam Bab IV pasal 5, sebagai berikut:
1.
Menghimpun dan membina mahasiswa Islam sesuai dengan sifat dan tujuan
PMII serta peraturan perundang-undangan dan paradigma PMII yang berlaku.
2.
Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas
dan tujuan PMII serta mewujudkan pribadi insan ulul albab.
4. Struktur Organisasi Dan Permusyawaratan
Dalam Bab VI tenang Struktur Organisasi Pasal
7 dijelaskan bahwa Struktur Organisasi PMII terdiri atas:
1.
Pengurus Besar (PB) - Nasional
2.
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) - Provinsi
3.
Pengurus Cabang (PC) - Kota/ Kabupaten
4.
Pengurus Komisariat (PK) - Perguruan Tinggi
5.
Pengurus rayon (PR) - Fakultas
Sedangkan dalam Bab VII tentang
Permusyawaratan Pasal 8 diterangkan bahwa Permusyawaratan dalam Organisasi
terdiri dari :
1.
Kongres
2.
Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas)
3.
Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
4.
Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
5.
Konferensi Koordinator Cabang (Konkorcab)
6.
Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda)
7.
Rapat Kerja Daerah (Rakerda)
8.
Konferensi Cabang (Konfercab)
9.
Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspimcab)
10.
Rapat Kerja Cabang ( Rakercab )
11.
Rapat Tahunan Komisariat (RTK)
12.
Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)
13.
Kongres Luar Biasa (KLB)
14.
Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (Konkorcab-LB)
15. Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab-LB)
16.
Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK-LB)
17.
Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa ( RTAR-LB).
Dalam Bab VIII tentang Wadah Pengembangan Dan
Pemberdayaan Perempuan Pasal 9 dinyatakan bahwa:
1.
Pengembangan dan pemberdayaan perempuan diwujudkan dalam badan semi
otonom yang secara khusus menangani pengembangan dan pemberdayaan perempuan
PMII berpersfektif keadilan dan kesetaraan gender yang dibentuk berdasarkan
asas lokalitas kebutuhan.
2.
Selanjutnya pengertian semi otonom dijelaskan dalam Bab penjelasan.
5. Landasan Teologis dan Filosofis PMII
Landasan filosofis dan teologis PMII
sebenarnya tergali dalam rumusan NDP dan turunannya kebawah. Artinya bahwa NDP
dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-islaman dan ke-indonesiaan.
Sublimasi ke-islaman berpijak dari kerangka
paradikmatik bahwa islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental,
trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau variasi-variasi
identitas islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar,
bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguh pun islam
memiliki universalitas atau yang lainnya, ia juga menampakkan diri sebagai
entitas dengan identitas sangat kultural, antropologis, historis, sosiologis
dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang islam yang paradoks
----atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition---
menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise
bagaimana islam dalam identitas yang ganda itu mampu disandingkan, dan bahkan
dileburkan menjadi satu identitas besar, rahmatan lil alamin.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil
inisiatif dengan menempatkan islam sebagai salah satu sublimasi identitas
kelembagaan. Ini berarti, PMII
menempatkan islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini
universalitas, transhistoris dan bahkan transpersonalnya. Lebih dari itu,
keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan
normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana islam teologis itu mampu
menunjukkan dirinya dalam dunia real. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan
islam sebagai landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap
gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga
begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada
diawang-awang dan jauh dari latar sosial
dan bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang
identitas besar, indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya,
sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak
terpisahkan dengan identitas besar indonesia mengharuskan PMII untuk selalu
menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII
sebagai institusi besar yang harus selalu melakukan pembacaan terhadap
lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka membangun
aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant,
realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan
sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam satu konstruksi besar bahwa PMII
dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas
teologisnya, identitas islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis islam
justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan
normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam
setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau
PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan
eksistensi diri, tepatnya ruang ke-indonesiaan. Yang berarti, secara
kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar
indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi
landasan teologis islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium
pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri
institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan
diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis,
melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri
personal ini secara langsung akan mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai
entitas besar yang juga ulil albab.
Kesimpulan:
1.
Landasan teologis PMII adalah Islam-ke-Indonesiaan.
2.
Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui islam
sebagai teologi transformatif dan ruang ke-indonesia-an sebagai media pembacaan
objektif.
3.
Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan
berakhir dengan tampilnya identitas
personal dan kelembagaan yang ulil albab.
6. Identitas dan Citra Diri PMII
Apa itu identitas PMII, seperti empat huruf
kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan
label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
1.
Bertaqwa kepada Allah SWT
2.
Berbudi luhur
3.
Berilmu
4.
Cakap, dan
5.
Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD
PMII)
Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan,
sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.
Kata 'Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia'
jika diudar lebih lanjut adalah:
1.
Pergerakan bisa didefinisikan sebagai 'lalu-lintas gerak', gerak dalam
pengertian fisika adalah perpindahan suatu titik dari ordinat A ke ordinat B.
Jadi 'Pergerakan' melampaui 'gerak' itu sendiri, karena pergerakan berarti
dinamis, gerak yang terus-menerus. Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?,
kalau berhimpun terus kapan bergeraknya. Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan
hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi juga menerangkan sifat
dan karakter organisasi itu sendiri.
2.
Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di
perguruan tinggi, dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai
'wakil' rakyat, agen perubahan, komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa
dll.
3.
Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas
bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas
bahwa rujukan PMII adalah kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan
selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat, yang itu terangkum dalam pemahaman
jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah.
4.
Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada
organisasi ini, tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII
sebagai organisasi kebangsaan, organisasi mahasiswa yang berpandangan
nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan, kerakyataan dan kemanusiaan. Juga
tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi keagamaan semata. Jadi
keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.
Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang
Islam dan yang Indonesia, yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah,
cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan.Islam-Indonesia
(dua kata digabung) juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah
Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam local bukan Islam Arab secara
persis, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang
'bersinkretisme' dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah
karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.
Citra Diri Mahluk Ulul Albab
Kader PMII dapat mewujudkan:
Tri Motto: Dzikir Fikir Amal Sholeh
Tri Khidmad: Taqwa Intelektual Professional
Tri Komitmen: Kebenaran Kejujuran Keadilan
7. Makna Lambang PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi.
Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap
goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form)
maupun dari warnanya.
1.
Dari Bentuk :
·
Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap
berbagai tantangan dan pengaruh luar.
·
Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu
memancar.
·
Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat
terkemuka (Khulafau al Rasyidien).
·
Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan
Ahlussunnah Wal Jama’ah
·
Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambing dapat diartikan
ganda yakni; Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam
mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan
tinggi dan penerang umat manusia. Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di
Indonesia yang disebut WALISONGO.
2.
Dari Warna :
·
Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan
yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan
lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan
Wawasan Nusantara.
·
Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti
ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
·
Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti
identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran
dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan
8. Daftar Nama Ketua Umum PB PMII
Berikut ini daftar nama-nama Ketua Umum PB
PMII dari masa ke masa sesuai dengan urutan periode tahun kepemimpinan:
1.
Sahabat M. Mahbub Djunaidi (1960-1966) dua periode
2.
Sahabat Zamroni (1966-1973) dua periode
3.
Sahabat Abduh Paddare (1973-1977)
4.
Sahabat Ahmad Badja (1977-1981)
5.
Sahabat Muhyiddin Arubusman (1981-1985)
6.
Sahabat Surya Dharma Ali (1985-1988)
7.
Sahabat M. Iqbal Assegaf (1988-1991)
8.
Sahabat Ali Masykur Musa (1991-1994)
9. Sahabat A. Muhaimin Iskandar (1994-1997)
10.
Sahabat Saiful Bahri Anshori (1997-2000)
11.
Sahabat Nusron Wahid (2000-2003)
12.
Sahabat A. Malik Haramain (2003-2005)
13.
Sahabat Hery Haryanto Azumi (2005-2008)
14.
Sahabat M. Rodli Kaelani (2008-2010)
15.
Sahabat Addin Jauharudin (2011-2013)
16.
Sahabat Aminnudin Ma’ruf (2014-2016)
17.
Sahabat Agus M. Herlambang (2017-Sekarang)
Jelaslah bahwa PMII merupakan komunitas
penting bagi bangsa ini. Maka, PMII dituntut harus mampu tetap memberikan
dharma bhaktinya kepada nusa, bangsa dan agama. Kritik konstruktif dan mitra
pembangunan yang cerdas terhadap pemerintah supaya menjalankan pemerintahan
dengan baik dan benar (kalau tidak bisa ya lebih baik turun atau diturunkan),
dan mendidik anggotanya untuk mandiri dan berani bersaing dengan siapapun agar
survive dalam percaturan kehidupan globalisasi yang sangat kompetitif, menjadi
agenda utama yang harus segera dilaksanakan.
Di situlah, pendekatan Multilevel Strategi
Kaderisasi yang ditempuh PMII menjadi ikhtiar organisasi untuk mencetak
kader-kader yang mampu percaya diri untuk meraih keberhasilan cita-cita.
jelaslah bahwa PMII merupakan komunitas penting bagi bangsa ini. Maka, PMII
dituntut harus mampu tetap memberikan dharma bhaktinya kepada nusa, bangsa dan
agama. Kritik konstruktif dan mitra pembangunan yang cerdas terhadap pemerintah
supaya menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar (kalau tidak bisa ya
lebih baik turun atau diturunkan), dan mendidik anggotanya untuk mandiri dan
berani bersaing dengan siapapun agar survive dalam percaturan kehidupan
globalisasi yang sangat kompetitif, menjadi agenda utama yang harus segera
dilaksanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar