Kamis, 03 Oktober 2019

KEORGANISASIAN PMII (KE-PMII-AN)


----- KEORGANISASIAN PMII (KE-PMII-AN) -----

 Sejarah masa lalu adalah cermin masa kini dan masa datang. Dokumen historis, dengan demikian merupakan instrumen penting untuk mengaca diri. Tidak terkecuali PMII. Meski dokumen yang disajikan dalam tulisan ini terbilang kurang komplit, sosok organisasi mahasiswa tersebut sudah tergambar jelas berikut pemikiran dan sikap-sikapnya. Dokumen Sejarah menjadi sangat penting untuk ditinjau ulang sebagai referensi atau cerminan masa kini dan menempuh masa depan, demikian halnya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan yang gerak perjuangannya adalah membela kaum mustadh’afin serta membangun kebangsaan yang lebih maju dari berbagai aspek sesuai dengan yang telah dicita-citakan.
 PMII, yang sering kali disebut Indonesian Moslem Student Movement atau Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah anak cucu NU (Nahdlatul Ulama) yang terlahir dari kandungan Departemen Perguruan Tinggi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), yang juga anak dari NU. Status anak cucu ini pun diabadikan dalam dokumen kenal lahir yang dibikin di Surabaya tepatnya di Taman Pendidikan Putri Khodjijah pada tanggal 17 April 1960 bertepatan dengan tanggal 21 Syawal 1379 H, sebagai organisasi underbow Partai NU. Dalam perkembangannya PMII menjadi organisasi independen dan menekankan diri sebagai organisasi pergerakan, dengan tujuan menciptakan pribadi Muslim yang memiliki komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (Pasal 4 AD/ART). Struktur organisasi PMII meliputi Pengurus Besar, Koordinator Cabang (Provinsi), Cabang (Kabupaten/Kota), Komisariat (Kampus) dan Rayon (Fakultas). Proses berorganisasi diatur melalui berbagai jenis rapat mulai dari Kongres (nasional) hingga RTAR.
1. Latar Belakang Berdirinya PMII
Latar belakang berdirinya PMII terkait dengan kondisi politik pada PEMILU 1955, berada di antara kekuatan politik yang ada, yaitu MASYUMI, PNI, PKI dan NU. Partai MASYUMI yang diharapkan mampu untuk menggalang berbagai kekuatan umat Islam pada saat itu ternyata gagal. Serta adanya indikasi keterlibatan MASYUMI dalam pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Semesta (PERMESTA) yang menimbulkan konflik antara Soekarno dengan MASYUMI (1958). Hal inilah yang kemudian membuat kalangan mahasiswa NU gusar dan tidak enjoy beraktivitas di HMI (yang saat itu lebih dekat dengan MASYUMI), sehingga mahasiswa NU terinspirasi untuk mempunyai wadah tersendiri “di bawah naungan NU”, dan di samping organisasi kemahasiswaan yang lain seperti HMI (dengan MASYUMI), SEMMI (dengan PSII), IMM (dengan Muhammadiyah), GMNI (dengan PNI) dan KMI (dengan PERTI), CGMI (dengan PKI).
Proses kelahiran PMII terkait dengan perjalanan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), yang lahir pada 24 Februari 1954, dan bertujuan untuk mewadahi dan mendidik kader-kader NU demi meneruskan perjuangan NU. Namun dengan pertimbangan aspek psikologis dan intelektualitas, para mahasiswa NU menginginkan sebuah wadah tersendiri. Sehingga berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdhatul Ulama (IMANU) pada Desember 1955 di Jakarta, yang diprakarsai oleh beberapa Pimpinan Pusat IPNU, diantaranya Tolchah Mansyur, Ismail Makky dll.
Namun akhirnya IMANU tidak berumur panjang, karena PBNU tidak mengakui keberadaanya. Hal itu cukup beralasan mengingat pada saat itu baru saja dibentuk IPNU pada tanggal 24 Februari 1954, “apa jadinya kalau bayi yang baru lahir belum mampu merangkak dengan baik sudah menyusul bayi baru yang minta diurus dan dirawat dengan baik lagi.”
Dibubarkannya IMANU tidak membuat semangat mahasiswa NU menjadi luntur, akan tetapi semakin mengobarkan semangat untuk memperjuangkan kembali pendirian organisasi, sehingga pada Kongres IPNU ke-3 di Cirebon, 27-31 Desember 1958, diambillah langkah kompromi oleh PBNU dengan mendirikan Departemen Perguruan Tinggi IPNU untuk menampung aspirasi mahasiswa NU. Namun setelah disadari bahwa departemen tersebut tidak lagi efektif, serta tidak cukup kuat menampung aspirasi mahasiswa NU (sepak terjang kebijakan masih harus terikat dengan struktural PP IPNU), akhirnya pada Konferensi Besar IPNU di Kaliurang, 14-16 Maret 1960, disepakati berdirinya organisasi tersendiri bagi mahasiswa NU dan terpisah secara struktural dengan IPNU. Dalam Konferensi Besar tersebut ditetapkanlah 13 orang panitia sponsor untuk mengadakan musyawarah diantaranya adalah:
1.      Cholid Mawardi (Jakarta).
2.      M. Said Budairi (Jakarta).
3.      M. Subich Ubaid (Jakarta).
4.      M. Makmun Sjukri, BA (Bandung).
5.      Hilman (Bandung).
6.      H. Ismail Makky (Yogyakarta).
7.      Munsif Nachrowi(Yogyakarta).
8.      Nurul Huda Suaidi, BA (Surakarta).
9.      Laili Mansur (Surakarta).
10.  Abdul Wahab Djaelani (Semarang).
11.  Hizbullah Huda (Surabaya).
12.  M. Cholid Marbuko (Malang).
13.  Ahmad Husein (Makassar).
Seperti diuraikan oleh sahabat Chotibul Umam (mantan Rektor PTIQ Jakarta yang juga generasi pertama PMII), pra melaksanakan Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin tersebut, terlebih dahulu 3 dari 13 orang sponsor pendiri itu, yaitu Hisbullah Huda (Surabaya), Said Budairy (Jakarta), dan Maksum Syukri (Bandung) pada tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke Jakarta menghadap Ketua Umum Partai Nahdlatul ulama (NU) yaitu KH. Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah yang akan dilaksanakan. Dan akhirnya mereka mendapatkan lampu hijau, beberapa petunjuk, sekaligus harapan agar menjadi kader partai NU yang cakap dan berprinsip ilmu untuk diamalkan serta berkualitas taqwa yang tinggi kepada Allah SWT. Salah satu pesan KH. Idham Khalid yang menjadi pegangan bagi mahasiswa nahdliyin pada waktu itu yaitu hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ‘ilmu untuk di amalkan’ bagi kepentingan rakyat, bukan ‘ilmu untuk ilmu’. Lalu berkumpulah tokoh-tokoh mahasiswa yang tergabung dalam organisasi IPNU tersebut untuk membahas tentang nama organisasi yang akan dibentuk.
Akhirnya, pada tanggal 14-16 April 1960 dilaksanakan Musyawarah Nasional Mahasiswa NU bertempat di Taman Pendidikan Puteri Khadijah Surabaya dengan dihadiri mahasiswa NU dari berbagai penjuru kota di Indonesia, dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat itu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Delegasi Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Delegasi Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII.
Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan Kongres. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari “P” apakah Perhimpunan atau Persatuan. Akhirnya disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan, sehingga PMII adalah “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMII, serta memilih dan menetapkan Kepengurusan. Terpilih Sahabat Mahbub Djunaidi sebagai Ketua Umum, M. Chalid Mawardi sebagai Ketua I, dan M. Said Budairy sebagai Sekretaris Umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII.
Unsur pemikiran yang ditonjolkan pada organisasi PMII yang akan berdiri pada waktu itu adalah:
1.      Mewujudkan adanya kedinamisan sebagai organisasi mahasiswa, khususnya karena pada waktu itu situasi nasional sedang diliputi oleh semangat revolusi;
2.      Menampakkan identitas ke-Islaman sekaligus sebagai konsepsi lanjutan dari NU yang berhaluan ahlu sunnah wal jamaah juga berdasarkan perjuangan para wali di pulau jawa yang telah sukses dengan dakwahnya. Mereka sangat toleran atas tradisi dan budaya setempat. Sehingga dengan demikian ajaran-ajarannya bersifat akomodatif.
3.      Memanifestasikan nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya nama Indonesia harus tercantum.
PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah. Maka secara resmi pada tanggal 17 April 1960 dinyatakan sebagai hari lahir PMII. Dua bulan setelah berdiri, pada tanggal 14 Juni 1960 pucuk pimpinan PMII disahkan oleh PBNU. Sejak saat itu PMII memiliki otoritas dan keabsahan untuk melakukan program-programnya secara formal organisatoris.
Dalam waktu yang relatif singkat, PMII mampu berkembang pesat sampai berhasil mendirikan 13 cabang yang tersebar di berbagai pelosok Indonesia karena pengaruh nama besar NU. Dalam perkembangannya PMII juga terlibat aktif, baik dalam pergulatan politik serta dinamika perkembangan kehidupan kemahasiswaan dan keagamaan di Indonesia (1960-1965).
Pada 14 Desember 1960 PMII masuk dalam PPMI dan mengikuti Kongres VI PPMI (5 Juli 1961) di Yogyakarta sebagai pertama kalinya PMII mengikuti kongres federasi organisasi ekstra universitas. Peran PMII tidak terbatas di dalam negeri saja, tetapi juga terlibat dalam perkembangan dunia internasional. Terbukti pada bulan September 1960, PMII ikut berperan dalam Konferensi Panitia Forum Pemuda Sedunia (Konstituen Meeting of Youth Forum) di Moscow, Uni Soviet. Tahun 1962 menghadiri seminar World Assembly of Youth (WAY) di Kuala Lumpur, Malaysia. Festival Pemuda Sedunia di Helsinki, Irlandia dan seminar General Union of Palestina Student (GUPS) di Kairo, Mesir.
Di dalam negeri, PMII melibatkan diri terhadap persoalan politik dan kenegaraan, terbukti pada tanggal 25 Oktober 1965, berawal dari undangan Menteri Perguruan Tinggi Syarif Thoyyib kepada berbagai aktifis mahasiswa untuk membicarakan situasi nasional saat itu, sehingga dalam ujung pertemuan disepakati terbentuknya KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang terdiri dari PMII, HMI, IMM, SEMMI, dan GERMAHI yang dimaksudkan untuk menggalang kekuatan mahasiswa Indonesia dalam melawan rongrongan PKI dan meluruskan penyelewengan yang terjadi. Sahabat Zamroni sebagai wakil dari PMII dipercaya sebagai Ketua Presidium. Dengan keberadaan tokoh PMII di posisi strategis menjadi bukti diakuinya komitmen dan kapabilitas PMII untuk semakin pro aktif dalam menggelorakan semangat juang demi kemajuan dan kejayaan Indonesia.
Usaha konkrit dari KAMI yaitu mengajukan TRITURA dikarenakan persoalan tersebut yang paling dominan menentukan arah perjalanan bangsa Indonesia. Puncak aksi yang dilakukan KAMI adalah penumbangan rezim Orde Lama yang kemudian melahirkan rezim Orde Baru, yang pada awalnya diharapkan untuk dapat mengoreksi penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan Orde Lama dan bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen sebagai cerminan dari pengabdian kepada rakyat.
Pemikiran-pemikiran PMII mengenai berbagai masalah nasional maupun internasional sangat relevan dengan hasil-hasil rumusan dalam kongresnya antara lain yaitu :
1.    Kongres I Solo, 23-26 Desember 1961 menghasilkan Deklarasi Tawang Mangu yang mengangkat tema Sosialisme Indonesia, Pendidikan Nasional, Kebudayaan dan Tanggungjawabnya sebagai generasi penerus bangsa.
2. Kongres II di Yogyakarta, 25-29 Desember 1963 penegasan pemikiran Kongres I dan dikenal sebagai Penegasan Yogyakarta dan sebelumnya ditetapkan 10 Kesepakatan Ponorogo 1962 (sebagai bukti kesadaran PMII akan perannya sebagai kader NU).
Secara totalitas PMII sebagai organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan melahirkan kader-kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT dan atas dasar ketaqwaannya berkiprah mewujudkan peran ketuhanannya membangun masyarakat bangsa dan negara Indonesia menuju suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridlo Allah SWT).
Sedangkan pengertian Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah yang menjadi paham organisasi adalah Islam sebagai universalitas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut dapat dijabarkan kedalam tata Aqidah, Syariah, dan Tasyawuf. Dalam bidan Aqidah mengikuti paham Al-Asya’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang syariah mengikuti salah satu mazhab empat yaitu: Syafi’I, Maliki, Hambali dan Hanafi. Sedang dalam bidang Tasawuf, mengikuti Imam Juned Al-Bagdadi dan Imam Al-Gozali. Masing-masing ketiga aspek itu dijadikan paham organisasi PMII dengan tanpa meninggalkan wawasan dasar Al-Qur’an dan As-Sunnah serta perilaku sahabat Rasul. Aspek Fiqih diupayakan penekanannya pada proses pengambilan hukum, yaitu Ushul Fiqih dan Kaidah Fiqih, bukan semata-mata hukum itu sendiri sebagai produknya (lihat NDP PMII).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa para mahasiswa nahdliyin sebenarnya dari segi cara berfikir tidak jauh berbeda dengan mahasiswa pada umumnya, yang menghendaki kebebasan. Sedangkan dalam bertindak cenderung anti kemapanan, terlebih jika kelahiran PMII itu dihubungkan dengan tradisi keagamaan di kalangan NU, misalnya bagi putra-putri harus berbeda/ dipisah organisasi, PMII justru keluar dari tradisi itu. Fenomena ini barangali termasuk hal yang patut mendapat perhatian bagi perkembangan pemikiran ahlussunnah wal-jama’ah.
Adapun susunan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960. Seperti diketahui, bahwa PMII pada awal berdirinya merupakan organisasi mahasiswa yang idependen dengan NU, maka PP. PMII dengan surat tertanggal 8 Juni 1960 mengirim surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan kepengurusan PP PMII tersebut. Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang di seluruh Indonesia, sedang yang menandatangani SK tersebut adalah DR. KH. Idham Chalid selaku ketua Umum PBNU dan H. Aminuddin Aziz selaku wakil sekretaris jendral PBNU.
Musyawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya yang dikenal dengan nama PMII, hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi, maka untuk melengkapi peraturan organisasi tersebut dibentuklsn satu panitia kecil yang diketuai oleh sahabat M. Said Budairi dengan anggota sahabat Chalid mawardi dan sahabat Fahrurrazi AH, untuk merumuskan peraturan rumah tangga PMII. Dalam sidang pleno II PP PMII yang diselenggarakan dari tanggal 8 - 9 September 1960, Peraturan rumah tangga PMII dinyatakan syah berlaku melengkapi paraturan dasar PMII yang sudah ada sebelumnya.
Di samping itu, sidang pleno II PP PMII juga mengesahkan bentuk muts (topi), selempang PMII, adapun lambang PMII diserahkan kepada pengurus harian, yang akhirnya dipuruskan bahwa lambang PMII berbentuk perisai seperti yang ada sekarang (rincian secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran peraturan rumah tangga PMII). Dalam sidang ini pula dikeluarkan pokok-pokok aturan mengenai penerimaan anggota baru sekarang dikenal dengan MAPABA.
Pada tahap-tahap awal berdirinya PMII banyak dibantu warga NU terutama PP LP. Ma’arif NU. Sejak musyawarah mahssiswa nahdliyin di surabaya sampai memberikan pengertian kepada Pesantren-pesantren (perlu diketahui, pada awal berdirinya, di Pondok-pondok Pesantren dapat dibentuk PMII dengan anggota para santri yang telah lulus madrasah Aliyah dan seang mengkaji kitab yang tingkatannya sesuai dengan pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi agama). Dengan adanya kebijakan seperti ini ternyata dapat mempercepat proses pengembangan PMII.
2. Sejarah Independensi PMII (Deklarasi Murnajati)
Ide dasar pendirian PMII adalah murni dari anak-anak muda NU sendiri Bahwa kemudian harus bernaung dibawah panji NU itu bukan berarti sekedar pertimbangan praktis semata, misalnya karena kondisi pada saat itu yang memang nyaris menciptakan iklim dependensi sebagai suatu kemutlakan. Tetapi, keterikatan PMII kepada NU memang sudah terbentuk dan sengaja dibangun atas dasar kesamaan nilai, kultur, akidah, cita-cita dan bahkan pola berpikir, bertindak dan berperilaku.

Kemudian PMII harus mengakui dengan tetap berpegang teguh pada sikap Dependensi timbul berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak dalam bersikap dan berperilaku untuk sebuah kebebasan menentukan nasib sendiri.

Oleh karena itu haruslah diakui, bahwa peristiwa besar dalam sejarah PMII adalah ketika dipergunakannya istilah Independent dalam deklarasi Murnajati tanggal 14 Juli 1972 di Malang dalam MUBES III PMII, seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya.Sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan.

PMII sebagai generasi muda bangsa yang ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatar belakangi sikap independensi PMII tersebut.

-        Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat.
-        Kedua, PMII selaku generasi muda indonesia sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secar merata oleh seluruh rakyat.
-        Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai deklarasi tawangmangu, menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab.

Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independent, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila.

3. Asas, Sifat Dan Tujuan PMII
Dalam Anggaran Dasar (AD) Bab II Pasal 2 dijelaskan bahwaPMII Berasaskan Pancasila. Sedangkan Bab III Pasal 3 menerangkan PMII bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan profesional.
-          Keislaman adalah nilai-nilai Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah.
-          Kemahasiswaan adalah sifa yang dimiliki mahasiswa, yaitu idealisme, perubahan, komitmen, kepedulian sosial dan kecintaan pada hal yang bersifat positif.
-          Kebangsaan adalah nilai-nilai yang bersumber dari kultur, filosofi, sosiologi dan yuridis bangsa Indonesia
-          Kemasyarakatan adalah bersifat include dan menyatu dengan masyarakat bergerak dari dan untuk masyarakat
-          Independen adalah berdiri secara mandiri, tidak bergantung pada pihak lain, baik secara perorangan maupun kelompok.
-          Profesional adalah distribusi tugas dan wewenang sesuai dengan bakat, minat kemampuan dan keilmuan masing-masing.
Adapun tujuan PMII (Visi) ada dalam Bab IV Pasal 4 yaitu: ”Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.”
Sedangkan untuk mewujudkan tujuan tersebut, PMII mengusakan (misi) sebagaimana dalam Bab IV pasal 5, sebagai berikut:
1.      Menghimpun dan membina mahasiswa Islam sesuai dengan sifat dan tujuan PMII serta peraturan perundang-undangan dan paradigma PMII yang berlaku.
2.      Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta mewujudkan pribadi insan ulul albab.

4. Struktur Organisasi Dan Permusyawaratan
Dalam Bab VI tenang Struktur Organisasi Pasal 7 dijelaskan bahwa Struktur Organisasi PMII terdiri atas:
1.      Pengurus Besar (PB) - Nasional
2.      Pengurus Koordinator Cabang (PKC) - Provinsi
3.      Pengurus Cabang (PC) - Kota/ Kabupaten
4.      Pengurus Komisariat (PK) - Perguruan Tinggi
5.      Pengurus rayon (PR) - Fakultas
Sedangkan dalam Bab VII tentang Permusyawaratan Pasal 8 diterangkan bahwa Permusyawaratan dalam Organisasi terdiri dari :
1.      Kongres
2.      Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas)
3.      Rapat Kerja Nasional (Rakernas)
4.      Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
5.      Konferensi Koordinator Cabang (Konkorcab)
6.      Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda)
7.      Rapat Kerja Daerah (Rakerda)
8.      Konferensi Cabang (Konfercab)
9.      Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspimcab)
10.  Rapat Kerja Cabang ( Rakercab )
11.  Rapat Tahunan Komisariat (RTK)
12.  Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)
13.  Kongres Luar Biasa (KLB)
14.  Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (Konkorcab-LB)
15.  Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab-LB)
16.  Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK-LB)
17.  Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa ( RTAR-LB).
Dalam Bab VIII tentang Wadah Pengembangan Dan Pemberdayaan Perempuan Pasal 9 dinyatakan bahwa:
1.      Pengembangan dan pemberdayaan perempuan diwujudkan dalam badan semi otonom yang secara khusus menangani pengembangan dan pemberdayaan perempuan PMII berpersfektif keadilan dan kesetaraan gender yang dibentuk berdasarkan asas lokalitas kebutuhan.
2.      Selanjutnya pengertian semi otonom dijelaskan dalam Bab penjelasan.
5. Landasan Teologis dan Filosofis PMII
Landasan filosofis dan teologis PMII sebenarnya tergali dalam rumusan NDP dan turunannya kebawah. Artinya bahwa NDP dibangun atas dasar dua sublimasi besar yaitu ke-islaman dan ke-indonesiaan.
Sublimasi ke-islaman berpijak dari kerangka paradikmatik bahwa islam memiliki kerangka besar yang universal, transendental, trans-historis dan bahkan trans-personal. Universalisme atau variasi-variasi identitas islam lainnya yang dimaksud bermuara pada satu gagasan besar, bagaimana membangun masyarakat yang berkeadilan.
Namun, harus disadari bahwa sungguh pun islam memiliki universalitas atau yang lainnya, ia juga menampakkan diri sebagai entitas dengan identitas sangat kultural, antropologis, historis, sosiologis dan bahkan politis.
Dua gambaran tentang islam yang paradoks ----atau minimal kontra produktif dan bahkan saling berbinary opposition--- menghadapkan believer pada tingkat minimal untuk melakukan human exercise bagaimana islam dalam identitas yang ganda itu mampu disandingkan, dan bahkan dileburkan menjadi satu identitas besar, rahmatan lil alamin.
Dari sini, mengharuskan PMII untuk mengambil inisiatif dengan menempatkan islam sebagai salah satu sublimasi identitas kelembagaan. Ini berarti, PMII  menempatkan islam sebagai landasan teologis untuk dengan tetap meyakini universalitas, transhistoris dan bahkan transpersonalnya. Lebih dari itu, keyakinan teologis tersebut tidak semata-mata ditempatkan sebagai landasan normatifnya, melainkan disertai upaya bagaimana islam teologis itu mampu menunjukkan dirinya dalam dunia real. Ini berarti, PMII akan selalu menempatkan islam sebagai landasan normatif yang akan selalu hadir dalam setiap gerakan-gerakan sosial dan keagaamaan yang dimilikinya.
Selain itu, PMII sebagai konstruksi besar juga begitu menyadari bahwa ia tidaklah hadir dalam ruang hampa, kosong, berada diawang-awang dan jauh dari latar  sosial dan bahkan politik. Tetapi, ia justru hadir dan berdiam diri dalam satu ruang identitas besar, indonesia dengan berbagai kemajemukan watak kulturalnya, sosiologis dan hingga antropologisnya.
Oleh karena, identitas diri yang tak terpisahkan dengan identitas besar indonesia mengharuskan PMII untuk selalu menempatkan identitas besar itu menjadi salah satu sublimasi selain ke-islaman.
Penempataan itu berarti menempatkan PMII sebagai institusi besar yang harus selalu melakukan pembacaan terhadap lingkungan besarnya, "Indonesia". Hal ini dalam rangka membangun aksi-aksi sosial, kemasyarakatan, dan kebangsaan yang selalu relevant, realistik, dan transformatik.
Dua penjelasan kaitannya dengan landasan sublimatif PMII diatas, dapat ditarik kedalam satu konstruksi besar bahwa PMII dalam setiap bangunan gerakan dan institusionalnya tetap menghadirkan identitas teologisnya, identitas islam. Tetapi, lebih dari itu, landasan teologis islam justru dihadirkan bukan hanya sebatas dalam bentuk pengaminan secara verbal dan normatif, melainkan bagaimana landasan teologis ini menjadi transformable dalam setiap gerakan dan aksi-aksi institusionalnya. Dengan begitu, mau tidak mau PMII harus mempertimbangkan tempat dimana ia lahir, berkembang, dan melakukan eksistensi diri, tepatnya ruang ke-indonesiaan. Yang berarti, secara kelembagaan PMII harus selalu mempertimbangkan gambaran utuh konstruksi besar indonesia dalam membangun setiap aksi-aksi kelembagaanya.
Endingnya, proses yang runut transformasi landasan teologis islam dan konstruksi besar ke-Indonesia-an sebagai medium pembacaan objektifnya, maka akan muncul citra diri kader atau citra diri institusi yang ulil albab. Citra diri yang tidak hanya semata-mata menampilkan diri secara personal sebagai manusia beriman yang normatif dan verbalis, melainkan juga sebagai believer kreatif dan membumi-kontekstual. Citra diri personal ini secara langsung akan mengujudkan PMII secara kelembagaan sebagai entitas besar yang juga ulil albab.
Kesimpulan:
1.      Landasan teologis PMII adalah Islam-ke-Indonesiaan.
2.      Identitas filosofis PMII adalah citra diri yang dibangun melalui islam sebagai teologi transformatif dan ruang ke-indonesia-an sebagai media pembacaan objektif.
3.      Tranformasi dua hal, landasan teologis dan identitas filosofis akan berakhir dengan tampilnya  identitas personal dan kelembagaan yang ulil albab.

6. Identitas dan Citra Diri PMII
Apa itu identitas PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:

Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;

1.      Bertaqwa kepada Allah SWT
2.      Berbudi luhur
3.      Berilmu
4.      Cakap, dan
5.      Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)

Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.

Kata 'Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia' jika diudar lebih lanjut adalah:

1.      Pergerakan bisa didefinisikan sebagai 'lalu-lintas gerak', gerak dalam pengertian fisika adalah perpindahan suatu titik dari ordinat A ke ordinat B. Jadi 'Pergerakan' melampaui 'gerak' itu sendiri, karena pergerakan berarti dinamis, gerak yang terus-menerus. Kenapa 'Pergerakan' bukan 'Perhimpunan'?, kalau berhimpun terus kapan bergeraknya. Artinya bahwa, 'pergerakan' bukan hanya menerangkan suatu perkumpulan/organisasi tetapi juga menerangkan sifat dan karakter organisasi itu sendiri.
2.      Mahasiswa adalah sebutan orang-orang yang sedang melakukan studi di perguruan tinggi, dengan predikat sebutan yang melekat, mahasiswa sebagai 'wakil' rakyat, agen perubahan, komunitas penekan terhadap kebijaakan penguasa dll.
3.      Islam, Agama Islam yang dijadikan basis landasam sekaligus identitas bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa yang berlandaskan agama. Karenanya jelas bahwa rujukan PMII adalah kitab suci agama Islam ditambah dengan rujukan selanjutnya, sunnah nabi dan para sahabat, yang itu terangkum dalam pemahaman jumhur, yaitu ahlussunnah waljama'ah.
4.      Indonesia. Kenapa founding fathers PMII memasukkan kata 'Indonesia' pada organisasi ini, tidak lain untuk menunjukkan sekaligus mengidealkan PMII sebagai organisasi kebangsaan, organisasi mahasiswa yang berpandangan nasionalis, punya tanggung-jawab kebangsaan, kerakyataan dan kemanusiaan. Juga tidak tepat jika PMII hanya dipahami sebagai organisasi keagamaan semata. Jadi keislaman dan keindonesiaan sebagai landasan PMII adalah seimbang.


Jadi PMII adalah pergerakan mahasiswa yang Islam dan yang Indonesia, yang mendasarkan pada agama Islam dan sejarah, cita-cita kemerdekan dan laju perjalanan bangsa ini kedepan.Islam-Indonesia (dua kata digabung) juga bisa dimaknai Islam yang bertransformasi ke ranah Nusantara/Indonesia, Islam Indonesia adalah Islam local bukan Islam Arab secara persis, tapi nilai universalitas Islam atau prinsip nilai Islam yang 'bersinkretisme' dengan budaya nusantara menjadi Islam Indonesia. Ini adalah karakter Islam PMII yang sejalan dengan ajaran aswaja.
Citra Diri Mahluk Ulul Albab
Kader PMII dapat mewujudkan:
Tri Motto: Dzikir Fikir Amal Sholeh
Tri Khidmad: Taqwa Intelektual Professional
Tri Komitmen: Kebenaran Kejujuran Keadilan

7. Makna Lambang PMII

Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi. Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya.




1.      Dari Bentuk :
·         Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar.
·         Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
·         Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien).
·         Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah
·         Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambing dapat diartikan ganda yakni; Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia. Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.

2.      Dari Warna :
·         Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.
·         Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
·         Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan
8. Daftar Nama Ketua Umum PB PMII
Berikut ini daftar nama-nama Ketua Umum PB PMII dari masa ke masa sesuai dengan urutan periode tahun kepemimpinan:
1.      Sahabat M. Mahbub Djunaidi (1960-1966) dua periode
2.      Sahabat Zamroni (1966-1973) dua periode
3.      Sahabat Abduh Paddare (1973-1977)
4.      Sahabat Ahmad Badja (1977-1981)
5.      Sahabat Muhyiddin Arubusman (1981-1985)
6.      Sahabat Surya Dharma Ali (1985-1988)
7.      Sahabat M. Iqbal Assegaf (1988-1991)
8.      Sahabat Ali Masykur Musa (1991-1994)
9.      Sahabat A. Muhaimin Iskandar (1994-1997)
10.  Sahabat Saiful Bahri Anshori (1997-2000)
11.  Sahabat Nusron Wahid (2000-2003)
12.  Sahabat A. Malik Haramain (2003-2005)
13.  Sahabat Hery Haryanto Azumi (2005-2008)
14.  Sahabat M. Rodli Kaelani (2008-2010)
15.  Sahabat Addin Jauharudin (2011-2013)
16.  Sahabat Aminnudin Ma’ruf (2014-2016)
17.  Sahabat Agus M. Herlambang (2017-Sekarang)
Jelaslah bahwa PMII merupakan komunitas penting bagi bangsa ini. Maka, PMII dituntut harus mampu tetap memberikan dharma bhaktinya kepada nusa, bangsa dan agama. Kritik konstruktif dan mitra pembangunan yang cerdas terhadap pemerintah supaya menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar (kalau tidak bisa ya lebih baik turun atau diturunkan), dan mendidik anggotanya untuk mandiri dan berani bersaing dengan siapapun agar survive dalam percaturan kehidupan globalisasi yang sangat kompetitif, menjadi agenda utama yang harus segera dilaksanakan.

Di situlah, pendekatan Multilevel Strategi Kaderisasi yang ditempuh PMII menjadi ikhtiar organisasi untuk mencetak kader-kader yang mampu percaya diri untuk meraih keberhasilan cita-cita. jelaslah bahwa PMII merupakan komunitas penting bagi bangsa ini. Maka, PMII dituntut harus mampu tetap memberikan dharma bhaktinya kepada nusa, bangsa dan agama. Kritik konstruktif dan mitra pembangunan yang cerdas terhadap pemerintah supaya menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar (kalau tidak bisa ya lebih baik turun atau diturunkan), dan mendidik anggotanya untuk mandiri dan berani bersaing dengan siapapun agar survive dalam percaturan kehidupan globalisasi yang sangat kompetitif, menjadi agenda utama yang harus segera dilaksanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENCANA ANGGARAN TAHUNAN

RENCANA ANGGARAN TAHUNAN Di Ajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah akuntansi menejemen Dosen Pembimbing: Yazid latif M.Pd ...