Ahlaqi
Al-Basri dan Al-Muhasibi
Di Ajukan
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah filsafat umum
Dosen
Pembimbing: Dr. Agus Sholikhin, S. Si., M.Pd.i
Disusun oleh :
1)
Abdul Azis Efendi
2)
Gilang Mila Safira
3)
Nanang Riadi
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI ) AS-SHIDDIQIYAH
LEMPUING JAYA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta Alam. yang telah menganugerahkan Al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi kita semua. Salawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw.,
keluarga, sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.
Penulis mengucapkan terima kasih
kepada pembaca karena telah memberikan masukan dan inspirasi untuk dapat lebih
efektif menyampaikan ide dalam makalah ini. Makalah ini disusun dengan harapan
dapat bermanfaat dan sebagai bahan kuliah.
Makalah ini berisi tentang Tasawuf
Akhlaki dan Tokoh-tokohnya. Disadari tentunya banyak terdapat kekurangan
dalam penyusunan makalah ini. Di samping itu juga masih perlu penambahan bahan-bahan
yang diperlukan untuk memenuhi materi ini. Akan tetapi kiranya materi ini
diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan serta bermanfaat bagi kita.
Lubuk seberuk, 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A.
Latar belakang...................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 2
A.
Pengertian akhlaqi................................................................................ 2
B.
Karakteristik ilmu ahlaqi....................................................................... 3
C.
Tokoh tokoh ilmu ahlaqi....................................................................... 3
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 10
A.
Kesimpulan........................................................................................... 10
B.
Saran..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam
mendekatkan diri kepada Allah, diperlukan akhlak-akhlak terpuji terlebih dahulu
karena ilmu tasawuf adalah cara untuk mendekatkan diri kepada Allah sedekat
mungkin. Namun kebanyakan sekarang ini banyak sekali penulis melihat orang yang
berakhlak mazmumah (tercela). Jadi, untuk itu hal utama yang harus dilakukan
adalah dengan memperbaiki akhlaknya terlebih dahulu, melalui beberapa
tahapan-tahapan.
Akhlak menurut
bahasa berarti tingkah laku, perangai atau tabi’at. Sedangkan menurut istilah
adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk. Mengatur pergaulan
manusia, dan menentukan tujuan akhir usaha dan pekerjaan. Sedangkan tasawuf
ialah berasal dari bahasa arab yaitu : shufa-yashufa-shafa artinya mempunyai
bulu banyak. Kemudian kata itu terjadi perubahan kata kepada mazid (tambahan) 2
huruf “Ta” dan tasdid waw, sehingga menjadi : tashufa-yashufa-tashufa.
Yang artinya menjadi sufi.
Secara umum tasawuf akhlaqi ialah
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan terpuji.
Dengan demikian dalam proses pencapaian tasawuf seseorang harus terlebih dahulu
berakhlak mulia.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian tasawuf ahlaqi ?....
2.
Karakteristik tasawuf ahlaqi ?...
3.
Tokoh tokoh tasawuf ahlaqi ?...
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf
akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang hamba
dalam rangka melakukan taqarrub kepada Tuhannya, dengan jalan mengadakan riyadhah pembersihan diri atau jiwa dari
moral yang tidak baik, karena Tuhan tidak akan menerima siapa pun dari
hamba-Nya kecuali yang berhati salim
(terselamatkan dari penyakit hati).
Tasawuf
akhlaqi, yaitu ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian
jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah
laku yang ketat. Guna mencapai kebahagiaan yang optimum, manusia harus lebih
dahulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan
melalui penyucian jiwa raga yang dari pembentukan pribadi yang bermoral
paripurna dan berakhlak mulia.[1]
Sistem
Pembinaan Akhlak Dalam tasawuf akhlaki, sistem pembinaan akhlak disusun sebagal
berikut.[2]
a.
Takhalli
Takhalli merupakan
langkah pertama yang harus dijalani seseorang yaitu usaha mengosongkan diri
dari perilaku atau akhlak tercela. Hal ini dapat dicapai dengan menjauhkan diri
dari kemaksiatan dalam segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa
nafsu.
b.
Tahalli
Tahalli adalah upaya
mengisi atau menghiasi diri dengan jalan mem- biasakan diri dengan sikap,
perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli ini dilakukan setelah jiwa
dikosongkan dari akhlak-akhlak jelek.
c.
Tajalli
Untuk pemantapan dan
pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, rangkaian pendidikan
akhlak disempurnakan pada fase tajalli. Tahap tajalli ini termasuk
penyempurnaan kesucian jiwa. Para sufi sependapat bahwa tingkat kesempurnaan
kesucian jiwa hanya dapat ditempuh dengan satu jalan, yaitu cinta kepada Allah
dan memperdalam rasa kecintaan itu.
a.
Melandaskan diri pada
Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dalam ajaran- ajarannya, cenderung memakai landasan
Qur'ani dan Hadis sebagai kerangka pendekatannya.
b.
kesinambungan
antara hakikat dengan syariat, yaitu keterkaitan antara tasawuf (sebagai aspek
batiniahnya) dengan figh (sebagai aspek
lahirnya)
c.
Lebih bersifat
mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan.
d.
Lebih terkonsentrasi
pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan aspek lahirnya). dan manusia.
C.
Tokoh tokoh tasawuf ahlaqi
1.
Hasan Al-basri
lalah
Al Hasan bin Abi Al-Hasan Abu Sa id Tempat lahirnya adalah di Madinah pada
tahun 21 H/642 M, dan dia meninggal di Basrah pada tahun 110 H/728 M.
Hasan Al Basri hidup di lingkungan orang orang
yang saleh yang mendalam agamanya Ibunya bernama Ummu Salamah seorang hamba sahaya,
istri Nabi. [4]
Ajaran-Ajaran Tasawuf [5]
Abu Na’im Al-Ashbahani telah menyimpulkan pandangan tasawuf Hasan
Al-Bashri sebagai berikut, ”Sahabat takut (khauf) dan pengharapan (raja’) tidak
akan dirundung kemuraman dan keluhan; tidak pernah tidur senang karena selalu
mengingat Allah.” Pandangan tasawufnya yang lain adalah anjuran kepada setiap
orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan
seluruh perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya.
Lebih jauh lagi, Hamka telah mengemukakan sebagian ajaran-ajaran
tasawuf Hasan Al-Basri berikut ini:[6]
1.
Perasaan
takut yang menyebabkan hatimu tenteram lebih baik daripada rasa tenteram yang
menimbulkan perasaan takut.
2.
Dunia
adalah negeri tempat beramal.
3.
Tafakur
membawa kita pada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan
jahat menyebabkan kita mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapa pun
banyaknya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa’ betapa pun banyaknya tidak
akan menyamai sesuatu yang baqa’ betapa pun sedikitnya. Waspadalah terhadap
negeri yang cepat datang dan pergi serta penuh tipuan
4.
Dunia
ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan berapa kali ditinggalkan
mati suaminya.
5.
Orang
yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari karena berada
di antara dua perasaan takut : Takut mengenang dosa yang telah lampau dan takut
memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.
6.
Hendaklah
setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, akan kiamat yang
akan menagih janjinya.
7.
Banyak
duka cita di dunia memperteguh semangat amal saleh.
Konsep zuhud
Hasan Al-Basri berdasarkan rasa takut kepada Allah. mengenai hal ini, al-Sya'rani
di dalam kitabnya al-Tobaqat
mengatakan "Dia dipenuhi
rasa takut sehingga neraka hanyalah
jadi seakan untuk dirinya
seorang", dan sebagai mana dikutip Prof. Dr. Hamka
mengatakan,bahwa juhud beliau itu,
didasarkan pada takut, ialah karena takut akan siksaan Tuhan dalam neraka.
Namun setelah ditelaah lebih dalam kata Hamka, ternyata
bukanlah takut akan neraka itu yang menjadi sebab. Yang menjadi sebab ialah perasaan dari orang yang berjiwa
besar akan kekurangan dan
kelalaian diri. Itulah sebabnya lebih tepat dikatakan bahwa dasar zuhud Hasan
Al-Basri bukankah takut akan masuk neraka, tetapi takut akan murka Tuhan.[7]
2.
Al-muhasibi
Nama lengkapnya Abu abdulah al-haris bin asad al basri al-muhasibi. Lahir di
Basrah, Irak pada tahun 165 H / 781 M dan wafat di Basrah, Irak tahun 243 H /
857 M. Al-Muhasibi
dikenal sebagai seorang ulama yang membawa banyak bidang agama yang dilengkapi
fikih, ilmu kalam hadis, dan ilmu jiwa. Karena itu, tidak salah jika diminta
bahwa ia adalah seorang
fakih, ahli hadis, ahli kalam, dan ahli ilmu jiwa pada zamannya.
Warna tasawuf yang ditawarkan al-Mu hasibi melalui karya karyanya memadukan
bidang-bidang ilmu yang dikuasainya itu. Tasawuf al-Muhasibi-yang menekankan
disiplin jiwa atau diri, atau lebih tepatnya akhlak mulia (makárim al-akhlãą)
atau akhlak indah (husn al thuluą)-memadukan syariat dan tarekat yang berdasar
pada al Quran, Sunnah Nabi, dan akal sejauh sejalan dengan al Qur'an dan Sunnah
Nabi.[8]
Dalam pengembaraannya dalam menuntu
ilmu di bidang ilmu hadis, ilmu fiqh,
beliau berguru dari para ulama yang terkenal di zamannya. Dan di antara
guru-gurunya seperti dalam ilmu fikih ia belajar dengan Imam Syafi'i, Abu Ubaid
Al-Qasimi bin Salam, dan Kadi Abu Yusuf,
, dan dalam bidang ilmu
hadis ia belajar dengan Hasyim, Syuraih bin Yunus, Vazid bin Haran, Abu an
Nadar, dan Suwaid bin Daud.
Sufi kelahiran Basrah ini digelari
"al- Muhasibi" (pemeriksa, pengintrospeksi) karena kebiasaannya
memeriksa dan meng- awasi dirinya sendiri agar terhindari setiap dosa dan
kesalahan sekecil apa pun, yang selalu membuatnya berlaku warak pada Allah dan
rasul-Nya. Kebiasaan memeriksa diri itu dibalas oleh Allah dengan
"detektor khusus" untuk mengetahui setiap perbuatan salah.[9]
Karakteristik
Karekteristik utama karya terbesar al-Muhasibi ini, al- Ri'ayah li Huquq Alläh,
adalah penekanan pembahasannya yang berpusat pada psikologi moral atau
psikologi spiritual dalam per- spektif Islam yang berpegang teguh pada
al-Qur'an dan al-Sunnah.[10]
Selanjutnya,
ucapan-ucapan al-Muhasibi yang lain mengenai pengajaran tasawufnya, antara
lain: "Umat manusia yang baik adalah mereka yang tidak mendukung
akhiratnya oleh dunianya, dan tidak boleh mengundang dunianya sama setiap
akhiratnya. Orang yang zalim itu akan khianat dan dipuji orang, orang yang
dizalimi itu akan selamat dicela orang. Orang yang selalu puas dengan orang
kaya, karena itu ia lapar, dan orang yang selalu kecewa adalah orang palsu,
memakan harta yang dimiskinkan lebih banyak. Dan dia juga berkata:
"Barangsiapa yang telah bersih karena senantiasa meragabah dan ikhlas,
maka akan berhiaslah diambilnya dengan mujahadah dan coba contoh yang dapat
disembah Rasulullah".[11]
a.
Pandangan tasawuf
al muhasibi mengenai tahapan murfikat khauf,dan raja`
Al-muhasibi menempuh menempuh jalan tasawuf karena hendak
diluar keraguan masalah yang dihadapinya. Al muahsibi mengenal sekelompok orang
yang tahu benar tentang keakhiratan, namun jumlah mereka sangat sedikit.
Sebagian dari mereka adalah orang orang yang mencintai ilmu karena
kesombongandan motivasi dunia.
Al muhasibi memandang bahwa keselamatan hanya dapat
ditempuh melalui ketakwaan kepada allah swt, melakukan kewajiban kewajiban
wara’ dan dan meneladani rosulullah.
b.
Pandangan al
muhasibi tentang marfikat
Berbicara tentang makrifat.
Al-Muhasibi pun menulis
sebuah buku tentangnya, namun, dikabarkan bahwa tidak diketahui alasannya
kemudian membakarnya. la sangat berhati-hati dalam menjelaskan batasan- batasan
agama, dan tidak mendalami pengertian batin agama yang dapat mengaburkan
pengertian lahirnya dan menyebabkan keraguan.
Inilah
yang mendasarinya untuk memuji sekelompok sufi yang tidak berlebihan dalam
menyelami pengertian batin agama. Dalam konteks ini pula dituturkan sebuah
hadis Nabi yang berbunyi[12]
قدره تقدروا لی فانکم الخلق تفکروافی ولی لخلق فی تفکروا
"pikirkanlah
makhluk-makhluk Allah dan jangan coba-coba memikirkan Dzat Allah, karena
kalian tidak mungkin akan mampu memperhitungkan kadarnya".
Berdasarkan hadis di atas,
Al-Muhasibi menyatakan bahwa makrifat harus ditempuh melalui jalan tasawuf yang
mendasarkan pada kitab dan sunnah. Dan al-Muhasibi menjelaskan tahapan-tahapan
makrifat sebagai berikut.[13]
-
Tahapan pertama
Taat merupakan
awal dari kecintaan kepada Allah, yaitu bukti atau perbuatan konkret ketaatan
hamba kepada Allah. Kecintaan kepada Allah hanya dapat dibuktikan dengan jalan
ketaatan, bukan sekadar pengungkapan kecintaan semata sebagaimana dilakukan
oleh sebagian orang. Mengekspresikan kecintaan kepada Allah hanya dengan
ungkapan-ungkapan, tanpa pengamalan merupakan kepalsuan semata. Di antara
implementasi kecintaan kepada Allah adalah memenuhi hati dengan sinar. Kemudian
sinar ini melimpah pada lidah dan anggota tubuh yang lain
-
Tahapan kedua Aktivitas
anggota tubuh yang telah disinari oleh cahaya yang memenuhi hati merupakan
tahap makrifat selanjutnya.
-
Tahapan ketiga
Allah
menyingkapkan khazanah-khazanah keilmuan dan kegaiban kepada setiap orang yang
telah menempuh kedua tahap di atas. Dan ia akan menyaksikan berbagai rahasia
yang selama ini tersimpan Allah.
-
Tahap keempat
Apa yang dikatakan
oleh sementara sufi dan fana 'yang menyebabkan baqa'[14]
c.
Pandangan al
muhasibi tentang khauf dan raja`
Pandangan al-Muhasibi mengenai
khauf (rasa takut) dan raja (pengharapan) menempati posisi penting dalam
perjalanan seseorang membersihkan jiwa. Beliau memasukkan kedua sifat ini
dengan etika- etika, keagamaan lainnya. Yakni, ketika disifati dengan khauf dan
raja', seseorang secara bersamaan disifati pula oleh sifat-sifat lainnya. [15]
Awal wara adalah ketakwaan, awal
ketakwaan adalah introspeksi diri (musabat al-nafs), dan awal introspeksi diri
adalah khauf dan raja, awal khauf dan raja'adalah pengetahuan tentang janji dan
ancaman Allah, awal pengetahuan tentang keduanya adalah perenungan khauf dan
raja', menurutnya hal ini dapat dilakukan dengan sempurna bila berpegang teguh
pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beliau menghubungkan kedua sifat itu dikaitkan
dengan ibadah dan janji serta ancaman Allah. [16]
Maka dari itu, ia menganggap apa
yang diungkapkan Ibnu Sina dan Rabi'ah al-Adawiyah sebagai jenis fana atau
kecintaan kepada Allah yang beriebih-lebihan dan ke luar dari garis yang telah
dijelaskan Islam sendiri dan bertentangan dengan apa yang diyakini para sufi
dari kalangan Ahlusunnah, al-Muhasibi lebih lanjut mengatakan bahwa Al-Qur'an
jelas berbicara tentang pembalasan (pahala) dan siksaan.[17]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tasawuf
akhlaqi adalah suatu ajaran yang menerangkan sisi moral dari seorang hamba
dalam rangka melakukan taqarrub kepada Tuhannya, dengan jalan mengadakan riyadhah pembersihan diri atau jiwa dari
moral yang tidak baik, karena Tuhan tidak akan menerima siapa pun dari
hamba-Nya kecuali yang berhati salim
(terselamatkan dari penyakit hati). Sistem
pembinaan tasawuf ahlaki atas takhalli, tahalli, tajalli. Tokoh tasawuf ahlaqi
yaitu hasan al-basri, hasan al-muhasibi, al-ghazali.
Karakteristik
Tasawuf Akhlaki Melandaskan diri pada Al-Qur'an dan As-Sunnah, kesinambungan antara
hakikat dengan syariat,Lebih
bersifat mengajarkan dualisme dalam hubungan antara Tuhan, Lebih terkonsentrasi
pada soal pembinaan, pendidikan akhlak dan aspek lahirnya) dan manusia.
B.
SARAN
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat masih
banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran
dari pembaca yang membangun sangat kami harapkan dan semoga terselesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin …
DAFTAR PUSTAKA
Bangunnnusitionahmad&hanumsiregarrayani,ahklaktasawuf(jakarta:putrajagrafindopersada,2015)
Jumantorototok,&muniraminsamsul,kamusilmutasawuf(jakarta:amzah,2005)
Kautsarazharinoer,warisanagungtasawuf(jakarta:sadrainternationalinstitute,2015)
https://www.academia.edu/12593139/MAKALAH_AKHLAK_TASAWUF_TENTANG_TASAAWUF_AKHLAKI (diakses pada tanggal 28 febuari 2019)
[3]Bangunnnusitionahmad&hanumsiregarrayani,ahklaktasawuf(jakarta:putrajagrafindopersada,2015)hlm.31
[5]https://www.academia.edu/12593139/MAKALAH_AKHLAK_TASAWUF_TENTANG_TASAAWUF_AKHLAKI (diakses
pada tanggal 28 febuari 2019)
[7]Bangunnnusitionahmad&hanumsiregarrayani,ahklaktasawuf(jakarta:putrajagrafindopersada,2015)hlm.211
[11]Bangunnnusitionahmad&hanumsiregarrayani,ahklaktasawuf(jakarta:putrajagrafindopersada,2015)hlm.220
Tidak ada komentar:
Posting Komentar