Kamis, 03 Oktober 2019

PERKEMBANGAN ILMU FIQIH


MAKALAH
PERKEMBANGAN ILMU FIQIH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Mukhlisin, M. Pd

Disusun oleh Kelompok :
1.      Dewi Rahayu Hazizah
2.      Siti Nur Aida
3.      Ahmad Yasin
4.      Ali Faturrahman
5.      Jujun Junaidi
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AS-SHIDDIQIYAH
LEMPUING JAYA
TAHUN 1440 H / 2018 M

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kesegenap isi alam. Dengan rahmat tersebut, penulis dapat menyelesaikan makalah ilmu fiqih yang berjudul “PERKEMBANGAN ILMU FIQIH”  ini.
            Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mukhlisin, M.Pd, selaku pembimbing selama pembuatan makalah berlangsung, dan kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung pembuatan makalah ini.Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua agar kita semua dapat memahami, mengerti, dan mengetahui tentang perkembangan ilmu fiqih yang ada di negara kita.
            Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulis.  

Lubuk Seberuk,      September 2018




Penyusun









DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1     LATAR BELAKANG..................................................................................... 3
1.2     RUMUSAN MASALAH................................................................................ 3
1.3     TUJUAN.......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PERIODE RASULULLAH............................................................................. 4
2.2 PERIODE SAHABAT..................................................................................... 7
2.3 PERIODE IMAM MUJTAHID dan PEMBUKUAN ILMU FIQIH.............. 8
2.4 PERIODE KEMUNDURAN .......................................................................... 8
2.5 PERIODE KEBANGUNAN KEMBALI........................................................ 10
BAB III PENUTUP
3.I KESIMPULAN ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Fiqih merupakan salah satu disiplin ilmu islam yang bisa menjadi teropong keindahan dan kesempurnaan islam. Dinamika pendapat yang terjadi diantara para fuqoha menunjukkan betapa islam memberikan kelapangan terhadap akal untuk kreativitas dan berijtihad. Sebagaimana qaidah-qaidah fiqih dan prinsip-prinsip syariah yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lima aksioma yakni: Agama, akal, jiwa, harta, dan keturunan, menunjukkan betapa ajaran ini memiliki filosofi dan tujuan yang jelas sehingga layak untuk exis sampai akhir zaman.
Sejarah perkembangan fiqih sebenarnya telah ada bersamaan dengan lahirnya ushul fiqih. Sebab fiqih sesungguhnya adalah hasil dari istinbat dari dalilnya (baik Al-qur’an maupun assunah) yang dilakukan para mujtahid dengan ijtihadnya. Ijtihad tersebut merupakan sarana istinbat dan mempunyai beberapa metode yang tanda-tandanya ditunjukkan oleh qur’an dan hadist. Proses ijtihad dalam islam bukan merupakan proses penetapan atau pembuatan hukum tetapi pengungkapan hukum Allah akan tetap lestari dan berkembang sepanjang masa.
Fiqih diarahkan untuk memperbaiki aqidah karena yang benar inilah yang menjadi pondasi dalam hidup. Oleh sebab itu kita bisa memahami apabila rasulullah saat itu memulai dakwahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang beraqidah tauhid, membersihkan hatidan menghiasi diri dengan al-akhlaq al-karimah.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Bagaimana  perkembangan ilmu fiqih itu?
1.3  TUJUAN
1.    Untuk mengetahui lebih luas tentang perkembangan fiqh.
2.    Menambah wawasan bagaimana keadaan fiqih dari periode Rasulullah S.A.W. dan sumber hukum pada masa itu.
3.    Mengetahui faktor periode kemunduran dan kebangkitan kembali
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    PERIODE RASULULLAH
1.    Masa Mekkah dan Madinah
Periode ini dimulai sejak diangkatnya Muhammad S.A.W. menjadi Nabi dan Rasul sampai wafatnya. Periode ini singkat. Hanya sekitar 22 tahun dan beberapa bulan saja. Akan tetapi, sangat menentukan. Pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu fiqh selanjutnya besar sekali. Masa Rasulullah inilah yang mewariskan sejumlah nash-nash hukum baik dari Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, mewariskan prinsip-prinsip hukum islam baik yang tersurat dalam dalil-dalil kulli maupun yang tersirat dari semangat Al-Qur’an dan Al-sunnah.
Periode Rasulullah ini dibagi dua masa yaitu: masa Mekkah dan masa Madinah. Pada masa mekkah, diarahkan untuk memperbaiki aqidah, Karena akidah yang benar inilah yang menjadi fondasi dalam hidup. Olwh karenaitu, dapat kita pahamiapabila Rasulullah pada masa itu memulai da’wahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat yang musyrik menuju masyarakat yang beraqidah tauhid, membersihkan hati dan menghiasi diri dengan Al-Akhlak Al-Karimah, masa mekkah ini di mulai sejak diangkatny Muhammad S.A.W. menjadi rasul sampai beliau hijrah ke madinah yaitu dalam waktu kurang lebih selama dua belas tahun lebih.Di madinah, tanah air baru bagi kaum muslimin/kaum di-muslimat, tanah air baru baik kaum muslimin-muslimat bertambah banyak dan terbentuklah masyarakat muslimin yang menghadapi persoalan baru yang membutuhkan cara pengaturan-pengaturan baik dalam hubungan antar individu muslim maupun dalsm hubungannya dengan kelompok lain di lingkungan masyarakat Madinah, seperti kelompok Yahudi dan Nasrani.Oleh karena itu, di madinah disyariatkan hukum yang meliputi keseluruhan bidang ilmu fiqh.
2.      Sumber Hukum Masa Rasulullah
a.    Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah tidaklah sekaligus,berbeda dengan turunnya Taurat kepada Nabi Musa. Al-Qur’an turun sesuai dengan kejadian/peristiwa dan kasus-kasus tertentu serta menjelaskan hukum-hukumnya, memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan atau jawaban terhadap permintaan fatwa.[1]
Contoh kasus seperti: Larangan menikahi wanita musyrik. Peristiwanya berkenaan dengan Martsad al-Ganawi yang meminta izin kepada Nabi untuk menikahi wanita musyrikah, maka turun surah al-Baqarah ayat 221 yang artinya: “Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita Musyrik sebelum mereka beriman”.
Adapun untuk memberi jawaban atau fatwa, misalnya arti dalam surah-surah berikut:
·      “Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan”.(al-Baqarah:215)
·      “Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid”.(Al-Baqarah:222)
·      Mereka bertanya kepadamu tentang harta rumpasan perang”.(Al-Anfal:1)
·      Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang dihalalkan bagi mereka”.(Al-Maidah:4)
·      “Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita,katakanlah: Allah memberi fatwa kepada mereka tentang wanita-wanita”.(An-Nisa:127)
Tugas Rasul yang berkaitan dengan Al-Qur’an ini adalah menyampaikan, menjelaskan dan melaksanakannnya, seperti dalam surah Al-Maidah ayat 67 yang artinya sebagai berikut: “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu.Dan jika tidak kamu kerjakan berarti kamu tidak menyampaikan Amanat-Nya”.
Bidang hukum yang lebih terperinci tentang pengaturannya dalam Al-Qur’an adalah tentang bidang al-Ahwal Asyakhshiyah yaitu yang berkaitan dengan pernikahan dan warisan.
b.      Al-Sunnah
Seperti telah diuraikan dalam bab-bab terdahulubahwaAl-Sunnah berfungsi menjelaskan hukum-hukum yang telah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Penjelasan Rasulullah tentang hukum ini sering dinyatakan dalam perbuatan Rasulullah sendiri, atau dalam keputusan-keputusannya dan kebijaksanaannya ketika menyelesaikan satu kasus, atau karena menjawab pertanyaan hukum yang diajukan kepadanya, bahkan bisa terjadi dengan diamnya Rasulullah sendiri, dalam menghadapi perbuatan sahabat yang secara tidak langsung menunjukkan kepada diperbolehkannya perbuatan tersebut. Hal ini sesuai dengan arti surah An-Nahl ayat 44: “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada imat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”.
Apabila wahyu tidak turun, beliau berijtihad. Bila mana hasil ijtihadnya salah, maka di peringatkan oleh Allah bahwa ijtihadnya itu salah, serta ditunjukkan yang benarnya dengan diturunkan wahyu. Apabila tidak diperingatkan oleh Allah, maka ijtihadnya itu benar. Dari sisi ini jelas bahwa hadist-hadist qath’i yang berkaitan dengan hukum itu bisa di pastikan adalah penetapan dari Allah juga.
c.       Ijtihad Pada Masa Rasulullah
Ijtihad Rasulullah dan pemberian izin kepada para sahabat untuk berijtihad memberikan hikmah yang besar karena: “Memberikan contoh bagaimana cara beristinbat dan memberi latihan kepada para sahabat bagaimana cara penarikan hukum dari dalil-dalil yang kulli, agar para ahli hukum islam (para fuqaha) sesudah beliau dengan potensi yang ada padanya bisa memecahkan masalah-masalah baru dengan mengembalikannaya kepada prinsip-prinsip yang ada dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah”.[2]
Dalam hadist dinyatakan bahwa: “Aku tinggalkan padamu semua hal dua; kamu tidak akan sesat apabila berpedoman kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya”.
2.2    Periode Sahabat
1.    Sumber Hukum
                                 Pada periode ini sahabat ada usaha yang positif yaitu mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam satu mushaf. Maka beliau menugaskan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang terpencar-pencar tertulis dalam pelepah-pelepah kurma,kulit-kulit binatang, tulang-tulang dan yang dihafal oleh para sahabat. Kemudian kumpulan mushaf tersebut di perbanyak dan dibagikan ke daerah-daerah islam yaitu ke Madinah, Mekkah, Kufah, Basrah, dan Damaskus.Mushaf itulah yang sampai kepada kita sekarang.
2. Ijtihad Sahabat
                        Adapun cara berijtihad para sahabat adalah pertama-tama dicari nash-nya dalam Al-Qur’an, apabila tidak ada, dicari dalam Hadits, apabila tidak ditemukan baru berijtihad dengan bermusyawarah di antara sahabat. Inilah bentuk ijtihad jama’i. Apabila mereka bersepakat terjadilah ijma sahabat. Keputusan musyawarah ini kemudian menjadi pegangan seluruh umat secara formal. Khalifah Umar bin Khatab misalnya mempunyai dua cara musyawarah,yaitu: “Musyawarah yang bersifat khusus dan musyawarah yang bersifat umum”. Musyawarah yang bersifat khusus beranggotakan para sahabat Muhajirin dan Anshor, yang bertugas memusyawarahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah. Adapun musyawarah yang bersifat umum dihadiri oleh seluruh penduduk Madinah Yang dikumpulkan di Mesjid, yaitu apabila ada masalah yang sangat penting, seperti kasus tanah di Irak yang dijadikan tanah Khardj[3].
Yang ditinggalkan oleh periode sahabat ini adalah:
a)         Penafsiran para sahabat tentang ayat-ayat hukum.
b)        Sejumlah fatwa sahabat dalam kasus-kasus yang tidak ada nash hukumnya.
c)         Terpecahnya umat menjadi tiga golongan yaitu Khawarji, Syiah, dan Jumhur Muslimin atau Ahlu Sunnah  Wal Jamaah.
Golongan khawarji tidak mau menetapkan hukum berdasarkan Hadist yang diriwayatkan oleh Utsman, Ali, Muawiyah dan yang diriwayatkan oleh para sahabat yang mendukung Ali atau Muawiyah dan yang diriwayatkan oleh para sahabat yang mendukung Ali atau Muawiyah. Demikian pula halnya Syiah, tidak mau menerima Hadist kecuali yang diriwayatkan oleh Ahli Bait. Adapun Ahli Sunnah Wal Jama’ah mau menggunakan semua Hadist yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dapat dipercaya dan adil tanpa membedakan salah seorang sahabat Nabi dengan sahabat Nabi lainnya.
Akhirnya dari sejarah kita tahu bahwa masyarakat islam ternyata sanggup melampaui masa krisisnya dan terus berkembang menuju puncak-puncak kemajuan di bidang ilmu, termasuk di bidang fiqh.
2.3    Periode Imam Mujtahid dan Pembukuan Ilmu Fiqh
1.    Sumber Hukum
Ada dua hal yang penting tentang Al-Qur’an pada masa ini yaitu: Menghafal Al-Qur’an dan memperbaiki tulisan Al-Qur’an dan memberi syakal terhadap Al-Qur’an.
Adapun sebab berkembangnya ilmu fiqh dan gairahnya berijtihad pada periode ini adalah:
1)        Wilayah Islam sudah sangat meluas ke Timur sampai ke Tiongkok dan ke Barat  sampai ke Australia (Spanyol sekarang)dengan jumlah rakyatyang banyak sekali.
2)        Para ulama pada masa itu lelah memiliki sejumlah fatwa dan cara berijtihad yang mereka dapatkan dari periode sebelumnya.
3)        Seluruh kaum muslimin pada masa itu mempunyai keinginan yanag keras agar segala sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan Syari’ah Islam baik dalam ibadah mahdah (muamalah dalam arti luas).
4)        Pada periode ini memang dilahirkan ulama-ulama yang memiliki potensi untuk menjadi mujtahid.
2.      Yang Diwariskan oleh Periode ini Kepada Periode Selanjutnya
1)        Al-Sunnah yang telah dibukukan.
2)        Fiqh yang telah dibukukan lengkap dengan dalil dan alasannya.
3)        Dibukukannya Ilmu Ushul Fiqh.
4)        Adanya dua aliran yang menonjol pada periode ini yaitu yang terkenal dengan nama Madrasah Al-Hadits kebanyakan terdapat di Hijaz dan Madrasah Ar-Ra’yu.
2.4  Periode Kemunduran
a. Faktor-faktor yang Menyebabkan Kemunduran
1.    Kemunduran di bidang politik, misalnya terpecahnya dunia islam menjadi beberapa wilayah kecil yang masing-masing keamiran hanya sibuk saling berebut kekuasaan, saling memfitnah, dan berperang sesama muslim yang mengakibatkan ketidak amanan dan ketidak tentraman masyarakat muslim.
2.    Dengan dianutnya pendapat mazhab tanpa pikiran yang kritis serta dianggapnya sebagai sesuatu yang mutlak benar,menyebabkan orang tidak mau meneliti kembali pendapat-pendapat tersebut.
3.    Dengan banyaknya kitab-kitab fiqh, para ulama dengan mudah bisa menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah-masalah yang dihadapi.
4.    Dengan jatuhnya Cordoba sebagai pusat Kebudayaan Islam di Barat tahun 1213 M dan kemudian jatuhnya Baghdad sebagai pusat kebudayaan islam di Timur tahun 1258 M, maka berhentilah danyut jantung kebudayaan islam baik di Barat maupun di Timur.
b. Klasifikasi Mujtahid
Tidak ada sama sekali ulama yang memiliki kemampuan berijtihad, hanya saja mereka dalam ijtihadnya selalu mengikatkan diri kepada mazhab yang ada, Atas dasar ini kemudian timbul istilah-istilah seperti di bawah ini:
1)        Mujtahid Mutlak atau Mujtahid mustaqil atau Mujtahid fi syar’i yaitu mujtahid yang mempunyai metodologi yang mandiri dalam Istinbat hukum, mereka inilah imam-imam madzhab. Seperti Abu Hanifah, Maliki, al-Syafi;i,dan Ahmad ibn Hanbal.
2)        Mujtahid Muntasib, yaitu para mujtahid yang mengikuti pendapat imam mazhab dalam usul atau metode berijtihad , Akan tetapi hasil ijtihadnya (hukumfuru-nya) ada yang sama dan ada yang berbeda dengan pendapat imam mazhab. Seperti al-Mujzani dalam madzhab al-Syafi’i.
3)        Mujtahid fi al-Mazhab, yaitu mujtahid yang mengikuti imam madzhab baik dalam usul maupun Furu’ hanya berbeda dalam penerapannya, Jadi hanya memperluas atau mempersempit penerapan suatu yang telah ada dalam madzhabnya,seperti Al-Ghazali dalam madzhab al-syafi’i.
4)        Mujtahud fi Al-Masail, yaitu mujtahid yang membatasi diri hanya berijtihad dalam hal-hal yang belum diijtihadi oleh imam-imam mereka, dengan menggunakan metode imam-imam mereka. Seperti al-Karhi di kalangan madzhab Hanafi dan Ibnu Arabia dikalangan madzhab Maliki.
5)        Ahlu Takhrij, yaitu Fuqoha yang kegiatannya terbatas menguraikan dan memperjelas pendapat-pendapat yang samar dan janggal yang ada dalam madzhabnya, seperti al-Jashosh dalam madzhab Hanafi.
6)        Ahli Tarijh, yaitu Fuqoha yang kegiatannya hanya menarjih atau menguatkan pendapat-pendapat yang berbeda yang ada dalam madzhabnya .
Disamping itu bisa juga ditinjau dari sisi lain yaitu:
·      Mujtahid yang mempunyai kemampuan dalam membentuk hukum dengan metodenya yang mandiri.
·      Mujtahid yang mempunyai kemampuan berijtihad dalam batas-batas metode ijtihad imam mazhabnya.
·      Mujtahid yang hanya berijtihad dalam hal-hal yang belum diijtihadi oleh imam mazhabnya.
2.5  Periode Kebangunan Kembali
1. Tanda-tanda Kemajuan
a). Di bidang Perundang-undangan
Periode ini dimulai dengan masa berlakunya Majalah al-Ahkam al-Adliyah yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata Islam pemerintah Turki Usmani pada tahun 1292 H atau tahun 1876 M. Baik bentuk maupun isi dari Kitab Undang-undang tersebut berbeda dengan bentuk dan isi kitab fiqh dari satu madzhab tertentu. Bentuknya adalah bentuk dan isi madzhab tertentu saja.Meskipun warna Hanafi sangat kuat.
b). Di bidang Pendidikan
Cara mempelajari fiqh tidak hanya di pelajari satu madzhab tertentu, tetapi juga secara muqoronah atau perbandingan, di pelajari sistem Hukum Adat dan Sistem Hukum Romawi. Di harapkan wawasan berpikir hukum di kalangan mahasiswa islam menjadi lebih luas bukan hanya di bidang hukum keluarga tapi juga berbagai bidang hukum lainnya. Sehingga terjadilah perpaduan yang harmonis sesuai dengan kebutuhan waktu dan waktu khususnya di indonesia. Mempelajari ushul fiqh haruslah mendapat perhatian yang lebih memungkinkan Ilmu Fiqh berkembang lebih terarah, karena itulah cara pemikiran hukum dalam islam.
c). DiBidang Penulisan Buku dalam Bahasa Indonesia dan Penerjemahannya
               Pemikiran kembali tentang fiqh sedang tumbuh dan tampaknya pemikiran seperti ijtihad umar, Abdullah bin mas’ud, dan Abu Hanifah. Yaitu berpegang teguh kepada dalil kulli, prinsip umum dan semangat ajaran, bisa mengambil sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Demikian pula, halnya dengan penerjemahan menampakkan kegiatan yang meningkat meskipun masih sangat sedikit di bandingkan dengan kitab-kitab yang ada di Indonesia yang baik untuk di terjemahkan.
2.Penilaian Dunia Internasional Terhadap Syari’ah Islam
Hubungan antara Agama dan Hukum, sebagai jalan untuk sampai kepada pembicaraan Syari’ah Islam. Pada akhirnya Konferensi Pada ulan agustus memutuskan antara lain :
Ø Hukum Islam sebagai salah satu sumber perundang-undangan umum.
Ø Hukum Islam berdiri sendiri, tidak mengambil dari hukum Romawi.
Ø Hukum Islam adalah hukum yang hidup dan dapat berkembang.
Pada bulan juli 1951, Mengingat adanya fleksibilitas di dalam hukum islam dan kedudukannya yang sangat penting, maka persatuan pengacara internasional harus mengambil Hukum Islam menjadi bahan perbandingan. Fakultas Universitas Paris yang di bahas tentang penetapan hak milik, pemilikan oleh negara untuk kepentingan umum, pertanggung jawaban pidana, pengaruh madzhab fiqh satu sam lain, dan teori tentang Riba dalam islam. Pada akhirnya seminar tersebut memutuskan untuk:
§  Tidak di ragukan lagi bahwa prinsip-prinsip Hukum Islam mempunyai nilai-nilai dari segi hukum.
§  Perbedaan pendapat dan madzhab-madzhab mengandung kekayaan pengetahuan hukum yang menakjubkan
Oleh karena itu, Hukum Islam dapat memenuhi kebutuhan hidup modern.[4]








BAB III
PENUTUP
3.1). Kesimpulan
   Perkembangan Ilmu FIQH di adakan pembabakan atau periodesasi hukum Islam atas dasar ciri-ciri khas dan hal yang menonjol pada suatu kurun waktu tertentu. Sejalan dengan perkembangan ilmu fiqh, sistematikannya di bagi kepada lima periode yaitu:
1.    Periode Rasulullah
2.    Periode Sahabat
3.    Periode Imam-imam Mujtahid
4.    Periode Kemunduran
5.    Periode Kebangunan kembali
Di setiap periode menggunakan Sumber hukum Al-Qur’an, Al-Sunnah, dan Ijtihad. Sebab mengalami kemunduran yang di akibatkan karena kemunduran politik, Dengan di anutnya pendapat madzhab tanpa pikitran yang kritis serta di anggap nya sebagai sesuatu yang mutlak benar, menyebabkan orang tidak mau meneliti kembali pendapat tersebut, Dengan kitab fiqh, para ulama dengan mudah bisa menemukan jawaban terhadap masalah- masalah yang di hadapi, Dengan jatuhnya Cordoba sebagai pusat Kebudayaan Islam di Barat tahun 1213M dan kemudian jatuhnya Baghdad sebagai pusat kebudayaan Islam di Timur tahun 1258 M, Maka berhentilah denyut jantung Kebudayaan Islam baik di Barat maupun di Timur. Dan mengalami kebangunan kembali yang di tandai dengan  kemajuan :
a)    Di bidang Perundang-undangan
b)   Di bidang Pendidikan
c)    Di bidang penulisan Buku-buku dalam bahasa Indonesia dan Penerjemahan
d)   Penilaian Dunia Internasioanal Terhadap Syari’ah Islam
Oleh karena itu, Hukum Islam dapat memenuhi kebutuhan hidup modern,dan sesuai dengan perkembangan zaman itu saling menyesuaikan


DAFTAR PUSTAKA
Ali Al-Sais: Tarikh al-Tasyri al-Islami, Matba’ah Muhammad Ali Subhi, tanpa tahun.
Ali al-Sayis, Muhammad,Op.cit.,hal.35.
Zahrah, Muhammad Abu, Tarikh al-Madzhib Al-Fiqhiyah, Matba’ah Al-Madani, Kairo, tanpa tahun , hal.25.
Mansur, Ali. 1973. Al-Syari’ah Al-Islamiyah Wa Al-Qonun Al-Dauli Al-‘Am. Jakarta: Bulan Bintang.Cetakan I.


[1] Ali Asaa-is,Muhammad,Tarikh Attasyri al-Islam,Matba’ah Muhammad Ali Shubbi,tanpa tahun,hal 16.
[2] Ali al-Sayis,Muhammad,Op.cit.,hal.35.
[3] Muhammad  Abu  Zahra,Tarikh al-Madzhib Al-Fiqhiyah,Matba’ah Al-Madani,Kairo,tanpa tahun,hal.25.
[4] Ali Mansur, Ali Prof.DR. Al-Syari’ah Al-Islamiyah Wa Al-Qonun Al-Dauli Al-‘Am,alih bahasa: Muhammad Zaen Hasan dengan judul: Syari’ah Islam dan Hukum Internasional Umum, Bulan Bintang, Jakarta, Cetakan I, 1973. Hal 17-20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RENCANA ANGGARAN TAHUNAN

RENCANA ANGGARAN TAHUNAN Di Ajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah akuntansi menejemen Dosen Pembimbing: Yazid latif M.Pd ...